Wabah virus corona telah mempengaruhi kita semua; itu adalah pandemi global dan orang-orang dari semua lapisan masyarakat menderita. Jutaan orang yang sakit dan lanjut usia tidak dapat meninggalkan rumah mereka karena takut jatuh sakit, komunitas miskin berjuang dengan kelaparan sekarang lebih dari sebelumnya dan orang-orang dari seluruh penjuru dunia rentan terhadap kecemasan dan ketidakpastian yang datang dengan karantina.
Nabi (ﷺ) bersabda, ‘Berilah amal tanpa penundaan, karena itu menghalangi malapetaka '[Tirmidzi] dan hadits tentang malapetaka ini tidak bisa lebih relevan dari yang ada sekarang. Rasulullah (ﷺ) mengingatkan kita dalam hadits tentang musibah ini bahwa jika kita ingin mengakhiri penyebaran virus corona, kita harus memperhatikan orang miskin dan mereka yang ada di ummat kita yang paling menderita di tangan COVID-19.
From :
Coronavirus: An Islamic Perspective
Protecting our sisters and brothers through the power of charity
MONDAY 4 MAY 2020
https://pennyappeal.org/news/coronavirus-islamic-perspective
Nabi (ﷺ) bersabda, ‘Berilah amal tanpa penundaan, karena itu menghalangi malapetaka '[Tirmidzi] dan hadits tentang malapetaka ini tidak bisa lebih relevan dari yang ada sekarang. Rasulullah (ﷺ) mengingatkan kita dalam hadits tentang musibah ini bahwa jika kita ingin mengakhiri penyebaran virus corona, kita harus memperhatikan orang miskin dan mereka yang ada di ummat kita yang paling menderita di tangan COVID-19.
Kemanusiaan, atau al-insaniyyah dalam bahasa Arab, dapat diartikan secara sederhana sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan manusia; keberadaan, aktivitas, dan kebutuhan kita dari buaian hingga liang lahat. Kebutuhan hidup manusia telah diabadikan sebagai hak dasar atau hak asasi manusia, suatu konsep hukum bahwa setiap individu memiliki hak yang melekat karena kemanusiaan. Selama epidemi virus Corona di Indonesia, kemanusiaan dapat dilihat dari tiga perspektif: agama, kemanusiaan itu sendiri dan kebangsaan, atau keindonesiaan. Istilah maqasid syariah mengacu pada tujuan syariah sebagai konsep hukum yang menegaskan bahwa setiap hukum Islam adalah untuk tujuan tertentu seperti yang tercantum dalam Alquran dan hadits. Syariah maqasid terdiri dari lima prinsip universal: (1) melindungi jiwa / kehidupan (hifdzun nafs); (2) melindungi agama / kepercayaan (hifdzud din); (3) melindungi akal / pikiran (hifdzul aql); (4) melindungi keturunan (hifdzun nasl); dan (5) melindungi properti / kepemilikan (hifdzul mal). Di antara lima prinsip universal yang mendasari HAM dalam Islam ada dua pandangan tentang prinsip mana yang paling penting. Bagi banyak pemeluk Islam yang taat, yang terpenting adalah melindungi agama atau kepercayaan dan oleh karena itu, apapun bisa dikorbankan untuk tujuan ini. Akibatnya, banyak orang masih bersikeras untuk menghadiri sholat Jum'at di masjid, bahkan jika seluruh jamaah menghadapi risiko terpapar virus corona baru - dan mungkin juga mengekspos keluarga mereka. Bagi para pendukung hak asasi manusia dan kemanusiaan, prinsip terpenting adalah melindungi jiwa atau jiwa. Prinsip-prinsip lain - termasuk prinsip melindungi agama atau kepercayaan - dapat ditunda, diubah atau bahkan diabaikan untuk melindungi jiwa. Tokoh agama dari kelompok seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah dan lainnya telah mengeluarkan fatwa dan imbauan untuk beribadah selama wabah COVID-19. Misalnya, shalat untuk menegakkan agama sebagaimana ditegaskan dalam hadits: “Doa adalah pilar agama; dia yang berdoa memelihara agama, dan dia yang meninggalkannya menghancurkan agama. " Tapi syarat sholat bisa dikurangi (rukhshah) karena alasan kemanusiaan. Misalnya, shalat lima waktu yang diwajibkan dapat digabungkan dan dipersingkat selama perjalanan, atau disesuaikan untuk yang sakit dan cacat. Dalam rangka menekan penularan virus corona, shalat berjamaah yang biasa dilakukan di masjid harus diganti dengan shalat di rumah. Bahkan sholat Jum'at dan sholat Idul Fitri yang wajib dilaksanakan berjamaah di masjid atau di lapangan terbuka bisa diganti dengan sholat berjamaah dengan anggota keluarga di rumah. Contoh lainnya adalah menunaikan ibadah haji yang juga wajib bagi umat Islam yang mampu baik secara fisik maupun finansial. Namun, bisa juga ditunda karena alasan kemanusiaan. COVID-19 bukan satu-satunya pandemi dalam sejarah haji yang menghentikan sementara haji. Prinsip kemanusiaan pada umumnya terkait dengan kepentingan nasional. Pada masa perang kemerdekaan Indonesia misalnya, nyawa manusia harus dikorbankan dalam pertempuran melawan penguasa kolonial demi kemerdekaan bangsa. Namun pada saat terjadi wabah, kepentingan nasional harus dikorbankan untuk kemanusiaan.
Abd. Rohim Ghazali - Jakarta / Mon, May 11, 2020 / 11:45 am
This article was published in thejakartapost.com with the title "Islam prioritizes humanity during pandemic - Opinion - The Jakarta Post". Click to read: https://www.thejakartapost.com/academia/2020/05/11/islam-prioritizes-humanity-during-pandemic.html.
Demikian dua saduran-saduran artikel diatas semoga kita dapat mempelajari dan menjadikan sebagai solusi yang baik untuk kedepannya.
Artikel ini berupaya untuk menghasilkan teori cara signifikan yang bermanfaat dari data tentang manajemen krisis dan krusial dalam Islam, dan juga bertujuan untuk mengidentifikasi strategi yang digunakan oleh para pemimpin dalam proses manajemen krisis. Pendekatan dasar-dasar keagamaan yang diterapkan, yang merupakan salah satu desain kualitatif, produktif, efektif dan efsien. Yang berisi ayat Alquran dan hadist Nabi Muhammad yang membahas masalah krisis yang di analisa secara pemikiran terbuka. Hasil analisis kualitatif ayat-ayat Alquran dan hadits sunnah luhur Nabi junjungan kita untuk menghasilkan empat konsep yang merupakan teori konseptual yang luas tentang bagaimana menjalankan manajemen krisis menurut pendekatan Islam. Konsep-konsep tersebut adalah: semua hal yang berhubungan dengan strategi manajemen krisis dalam Islam seperti, Tahapan manajemen krisis Melalui analisis dari Firman Allah dan Hadist Rasulullah SAW., Strategi manajemen krisis yang berlipat ganda dan beragam akibat pandemi dalam perspektif Islam, Kesabaran dan Ketaatan bersama dalam menghadapi krisis Pandemi, Isolasi Mandiri Secara Cerdas, dan Bersinergi Demi Memutus Mata Rantai Pandemi, Kerjasama tim secara Ta'awun (kerjasama dalam kebaikan) dalam memecahkan segala masalah, Konfrontasi Krisis untuk menjadi peluang keimanan, keakhiratan dan keduniawian, secara ukhuwwah persaudaraan Islam dan Kebersamaan, Melihat ke depan dan jauh ke depan dengan analisa yang tepat dan belajar dari setiap kesalahan, Aksi Pencegahan dalam proses pengelolaan krisis dengan Manajemen Proaktif, Perencanaan ke depan secara matang sesuai Al Qur'an dan Al-Hadist, Pandangan positif untuk hasil yang positif dan membalikkan keadaan dari masalah dan musibah karena Pandemi ke Hal yang Solutif.. Sejumlah asumsi telah dibuat dari teori yang dihasilkan tentang model manajemen krisis Islam. Berdasarkan hasil penelitian ini, dirumuskan rekomendasi yang menunjukkan perlunya melatih pemimpin dalam pendekatan Islam untuk manajemen krisis, strategi dan langkah ilmiahnya dalam manajemen krisis. Hasil ini memiliki aplikasi yang luas di bidang pelatihan pemimpin, dan juga merekomendasikan penelitian di masa depan untuk memverifikasi asumsi teori yang muncul dari data dalam penelitian ini tentang manajemen krisis dalam Islam (krisis pandemi COVID-19 sebagai model).
Tahapan manajemen krisis Melalui analisis dari Firman Allah dan Hadist Rasulullah SAW.
Melalui analisis teks-teks Alquran dan hadis-hadis kenabian, menjadi jelas bagi kita bahwa krisis merupakan keadaan darurat yang merugikan masyarakat dan dapat mengakibatkan keruntuhannya, yang didasarkan pada tipe ekonomi dan sosial. Islam telah mengembangkan pendekatan untuk mengatasi krisis yang bercirikan kebijaksanaan dan kepositifan, dan karena itu bangsa tidak melemah atau runtuh. Pendekatan Islam ini untuk mengelola krisis dalam beberapa langkah yaitu: menentukan krisis dan menentukan penyebabnya, kemudian mendefinisikan manifestasinya, kemudian mengadopsi metode untuk menghadapinya dan merencanakan untuk menyelesaikan krisis tersebut.
Dalam kisah Nabi Nuh - as. - terjadi krisis, yaitu kurangnya ketaatan umatnya kepadanya, dan tidak masuknya orang-orang yang baru beriman ke dalam agama Islam. Manifestasi dari krisis ini adalah ejekan yang parah bagi kelompok beriman, keras kepala dan penolakan untuk mendengar dari Nabi, tidak peduli bagaimana dia diekspos di pagi atau sore hari, dan bersikeras pada keras kepala dan kesombongan, sehingga mereka akan menjadi penghasutan dan khayalan.
Adapun metode manajemen nabi Nuh atas krisis ini, dia mulai dengan peringatan, nasihat, kesadaran, pengingat, pendidikan, dan peringatan, terlepas dari lamanya waktu ceramah Nuh as. memanggil umatnya, tetapi beliau tidak putus asa, tidak mundur, dan tidak malas mengajak jalan kepada Allah dengan segala cara.
Dalam kisah nabi Nuh bersama kaumnya, ketika mereka tidak mematuhinya untuk masuk Islam, reaksi nabi Nuh adalah sabar, tidak menyerah, tidak malas, untuk mencapai tujuannya dalam mengkomunikasikan panggilan menuju Allah.
Strategi manajemen krisis yang berlipat ganda dan beragam akibat pandemi dalam perspektif Islam
Ummat Islam mengalami banyak krisis dan bencana, di antaranya banjir dalam Surah Al-Ankabut-ayat-14 Allah berfirman
“وَلَقَدۡ اَرۡسَلۡنَا نُوۡحًا اِلٰى قَوۡمِهٖ فَلَبِثَ فِيۡهِمۡ اَ لۡفَ سَنَةٍ اِلَّا خَمۡسِيۡنَ عَامًا ؕ فَاَخَذَهُمُ الطُّوۡفَانُ وَهُمۡ ظٰلِمُوۡنَ
Dan sungguh, Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka dia tinggal bersama mereka selama seribu tahun kurang lima puluh tahun. Kemudian mereka dilanda banjir besar, sedangkan mereka adalah orang-orang yang zhalim.
Krisis tersebut juga termasuk badai krisis pangan yang menggulingkan Jazirah Arab dan wilayah tersebut selama tujuh tahun penuh, termasuk krisis umat Islam pada masa Nabi Muhammad SAW ketika mereka kehilangan keselamatan diri dan keluarganya, sehingga izin untuk beremigrasi, dan kemudian Krisis pengepungan ketidakadilan terhadap umat beriman di kota dari seluruh Jazirah Arab juga banyak merenggut nyawa ummat Islam. Dalam Surah At-Tawbah-ayat-40 Allah berfirman “
اِلَّا تَـنۡصُرُوۡهُ فَقَدۡ نَصَرَهُ اللّٰهُ اِذۡ اَخۡرَجَهُ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا ثَانِىَ اثۡنَيۡنِ اِذۡ هُمَا فِى الۡغَارِ اِذۡ يَقُوۡلُ لِصَاحِبِهٖ لَا تَحۡزَنۡ اِنَّ اللّٰهَ مَعَنَا ۚ فَاَنۡزَلَ اللّٰهُ سَكِيۡنَـتَهٗ عَلَيۡهِ وَاَ يَّدَهٗ بِجُنُوۡدٍ لَّمۡ تَرَوۡهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِيۡنَ كَفَرُوا السُّفۡلٰى ؕ وَكَلِمَةُ اللّٰهِ هِىَ الۡعُلۡيَا ؕ وَاللّٰهُ عَزِيۡزٌ حَكِيۡمٌ
Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad), sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Mekah); sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, ketika itu dia berkata kepada sahabatnya, "Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita." Maka Allah menurunkan ketenangan kepadanya (Muhammad) dan membantu dengan bala tentara (malaikat-malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia menjadikan seruan orang-orang kafir itu rendah. Dan firman Allah itulah yang tinggi. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.”(Al-Qur’an).
Dan juga, dengan menganalisis ayat-ayat Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad kami menemukan bahwa krisis itu berlipat ganda dan beragam, dan kita dapat membagi krisis dari perspektif Islam, sebagai berikut:
- Krisis ekonomi: seperti kemiskinan, pengangguran, pinjaman, dll.
- Krisis sosial: termasuk krisis perkawinan, perceraian, perselingkuhan, krisis perumahan… dan lain-lain.
- Krisis militer politik: seperti Pertempuran Al'ahzab, Talot dan Goliath.
- Krisis kesehatan: seperti penyakit, epidemi, dan wabah penyakit.
Setiap kategori krisis ini membutuhkan strategi berbeda untuk menghadapi dan mengatasinya. Dalam kisah Nabi Yusuf bersama umatnya, sebuah krisis terjadi dan dia menghhadapi kelangkaan air setelah 7 tahun, tingkat sungai Nil menurun selama tujuh tahun penuh, dan karena orang-orang beriman, ilmuwan yang jujur menyetujui interpretasinya dan diinstruksikan untuk menetapkan solusi yang logis, krisis berjalan dengan baik meskipun ada tekanan. Dalam Surah Yusuf ‐ Ayat ‐ 47 dan 48 Allah Berfirman “
قَالَ تَزۡرَعُوۡنَ سَبۡعَ سِنِيۡنَ دَاَبًاۚ فَمَا حَصَدْتُّمۡ فَذَرُوۡهُ فِىۡ سُنۡۢبُلِهٖۤ اِلَّا قَلِيۡلًا مِّمَّا تَاۡكُلُوۡنَ
47. Dia (Yusuf) berkata, "Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali sedikit untuk kamu makan.
ثُمَّ يَاۡتِىۡ مِنۡۢ بَعۡدِ ذٰلِكَ سَبۡعٌ شِدَادٌ يَّاۡكُلۡنَ مَا قَدَّمۡتُمۡ لَهُنَّ اِلَّا قَلِيۡلًا مِّمَّا تُحۡصِنُوۡنَ
48. Kemudian setelah itu akan datang tujuh (tahun) yang sangat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari apa (bibit gandum) yang kamu simpan.
(Al-Qur’an).
Demikian juga di antara krisis yang dihadapi Nabi Muhammad di awal dakwah dan seruan umat untuk memeluk agama Islam, sehingga dalam surat Al-Tawbah-ayat-40 Allah Berfirman, “
اِلَّا تَـنۡصُرُوۡهُ فَقَدۡ نَصَرَهُ اللّٰهُ اِذۡ اَخۡرَجَهُ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا ثَانِىَ اثۡنَيۡنِ اِذۡ هُمَا فِى الۡغَارِ اِذۡ يَقُوۡلُ لِصَاحِبِهٖ لَا تَحۡزَنۡ اِنَّ اللّٰهَ مَعَنَا ۚ فَاَنۡزَلَ اللّٰهُ سَكِيۡنَـتَهٗ عَلَيۡهِ وَاَ يَّدَهٗ بِجُنُوۡدٍ لَّمۡ تَرَوۡهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِيۡنَ كَفَرُوا السُّفۡلٰى ؕ وَكَلِمَةُ اللّٰهِ هِىَ الۡعُلۡيَا ؕ وَاللّٰهُ عَزِيۡزٌ حَكِيۡمٌ
Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad), sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Mekah); sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, ketika itu dia berkata kepada sahabatnya, "Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita." Maka Allah menurunkan ketenangan kepadanya (Muhammad) dan membantu dengan bala tentara (malaikat-malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia menjadikan seruan orang-orang kafir itu rendah. Dan firman Allah itulah yang tinggi. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.”(Al-Qur’an).
Dimulai dari hari pertama migrasi Nabi Muhammad ke Madinah dan krisis yang diikuti oleh masyarakat, krisis pertama adalah ketersediaan tempat untuk perumahan, makanan dan minuman bagi orang-orang Mekah, para migran yang meninggalkan rumah, harta, keluarga dan berdagang, di antara para migran. Dalam Surah An-Nisa-ayat-100 Allah berfirman
“وَمَنۡ يُّهَاجِرۡ فِىۡ سَبِيۡلِ اللّٰهِ يَجِدۡ فِى الۡاَرۡضِ مُرٰغَمًا كَثِيۡرًا وَّسَعَةً ؕ وَمَنۡ يَّخۡرُجۡ مِنۡۢ بَيۡتِهٖ مُهَاجِرًا اِلَى اللّٰهِ وَرَسُوۡلِهٖ ثُمَّ يُدۡرِكۡهُ الۡمَوۡتُ فَقَدۡ وَقَعَ
اَجۡرُهٗ عَلَى اللّٰهِ ؕ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوۡرًا رَّحِيۡمًا
Dan barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. ”(Al-Qur’an).
Sesuai firman Allah di atas, strategi manajemen krisis Nabi Muhammad tidak berbeda sama sekali dengan metode dalam manajemen krisis Islam pada umumnya. Salah satu solusi dasar untuk menghadapi kemiskinan dan kondisi ekonomi yang memburuk adalah dengan memungkinkan mereka yang mampu bekerja dengan memberi mereka kesempatan kerja. Seperti yang terjadi dalam krisis migrasi, karena perlu untuk menemukan tempat yang cocok dalam pekerjaan para pendatang yang berlaku, yaitu berdagang pada saat itu, dan untuk menyediakan pasar di mana para pedagang dan pekerja Muslim yang aktif.
Dari sini kami menyimpulkan bahwa pendekatan bijak Nabi Muhammad terhadap manajemen krisis adalah dengan fokus pada tujuan utama, dan tidak terlibat dalam peristiwa sampingan, dalam Surah Al-Ahzab-ayat-21
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا
Arab-Latin: Laqad kāna lakum fī rasụlillāhi uswatun ḥasanatul limang kāna yarjullāha wal-yaumal-ākhira wa żakarallāha kaṡīrā Terjemah Arti: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
(Al-Qur’an).
Untuk memastikan manajemen krisis dalam pendekatan Nabi, perlu untuk menetapkan aturan dan prosedur yang harus ditangani.
Oleh karena itu, terwujudlah unsur-unsur strategi resolusi krisis, yaitu memberikan informasi yang diperlukan tentang dasar-dasar penanganan krisis, kepedulian dan kepeduliannya kepada pihak-pihak yang mengalami krisis. Juga dicatat bahwa keunggulannya, semoga Tuhan memberkati dan memberinya kedamaian, dalam menyelesaikan krisis melalui metode yang tidak diketahui oleh ilmu manajemen, kecuali di zaman kita, dengan mengosongkan krisis dari isinya, karena krisis tidak mungkin terjadi. diterapkan dalam organisasi dan menyebabkan efek efek fundamental jika tidak ada kesepakatan antara kekuatan krisis pada isinya.
Nabi Muhammad, juga unggul dalam mengubah jalur krisis dengan menyerap hasil-hasilnya, mengenali penyebabnya, kemudian mengatasinya dan mengatasi akibat-akibatnya, karena krisis telah berubah dari negatif menjadi positif. Biografi beliau, adalah wahyu kehidupan dalam berbagai aspeknya, kebaktian dan kooperatif, di tingkat individu, keluarga dan kelompok, dalam meletakkan dasar negara dan dalam memberlakukan hukumnya secara politik, ekonomi dan sosial.
Melalui analisis kualitatif sabda Nabi Muhammad SAW, dan kerahasiaan kenabiannya dalam mengelola krisis ekonomi, sosial dan kesehatan, menjadi jelas bagi kita bahwa kepemimpinan Nabi Muhammad yang bijak merupakan landasan keberhasilan berdirinya Islam. menyatakan, dan bagaimana tidak dan dia tidak berbicara tentang hasrat, di samping ketajaman dan belas kasihannya pada subjeknya, yang menginspirasinya untuk menemukan strategi untuk memecahkan krisis yang belum diketahui oleh para ilmuwan manajemen hingga saat ini.
Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa strategi manajemen krisis dalam model Islam meliputi:
Kesabaran dan Ketaatan bersama dalam menghadapi krisis Pandemi
Allah meminta hamba-Nya dengan sabar saat musibah dan pahala besar bagi pasien. Allah meminta kesabaran Nabi Muhammad sebagai strategi untuk mengelola krisis yang dihadapinya dalam mengkomunikasikan panggilan ke Islam, seperti dalam Surat Al-Muzzamil — ayat 10,
وَاصۡبِرۡ عَلٰى مَا يَقُوۡلُوۡنَ وَاهۡجُرۡهُمۡ هَجۡرًا جَمِيۡلًا
Wasbir 'alaa maa yaquu luuna wahjurhum hajran jamiilaa
Dan bersabarlah (Muhammad) terhadap apa yang mereka katakan dan tinggalkanlah mereka dengan cara yang baik.
(Al-Qur’an).
Sabar dengan musuh dan ujung terbuka adalah salah satu strategi efektif yang digunakan oleh Nabi Muhammad. Faktor psikologis adalah yang paling berbahaya ketika menghadapi krisis dan bencana, jadi Al-Qur'an sangat antusias untuk berbicara kepada jiwa dan membuktikan mereka pada saat-saat sulit dan penderitaan, dan untuk melatih mereka bahwa krisis ini pasti akan berakhir, dan oleh karena itu kita harus berkomitmen. untuk bersabar dengan gangguan ini, karena perasaan percaya, keyakinan, fantasi, dan kecurigaan dikendalikan.
dalam Surah Al-Hadid-ayat-22,
مَاۤ اَصَابَ مِنۡ مُّصِيۡبَةٍ فِى الۡاَرۡضِ وَلَا فِىۡۤ اَنۡفُسِكُمۡ اِلَّا فِىۡ كِتٰبٍ مِّنۡ قَبۡلِ اَنۡ نَّبۡـرَاَهَا ؕ اِنَّ ذٰ لِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيۡرٌۚ
Maaa asaaba mim musii batin fil ardi wa laa fiii anfusikum illaa fii kitaabim min qabli an nabra ahaa; innaa zaalika 'alal laahi yasiir
Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.
(Al-Qur’an).
Ketika kita percaya pada Tuhan dan kemampuan-Nya, kita akan memiliki keberanian untuk menghadapi krisis, dan oleh karena itu krisis tidak dapat diatasi, Seperti dalam Surah All 'Imran Ayat 200
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوا اصۡبِرُوۡا وَصَابِرُوۡا وَرَابِطُوۡا وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُوۡنَ
Yaaa aiyuhal laziina aamanus biruu wa saabiruu wa raabituu wattaqul laaha la'allakum tuflihuun
Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap-siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.
(Al Qur'an).
Dan juga, dalam Al-Baqarah-ayat-155 Allah Berfirman
وَلَـنَبۡلُوَنَّكُمۡ بِشَىۡءٍ مِّنَ الۡخَـوۡفِ وَالۡجُـوۡعِ وَنَقۡصٍ مِّنَ الۡاَمۡوَالِ وَالۡاَنۡفُسِ وَالثَّمَرٰتِؕ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيۡنَۙ
Wa lanablu wannakum bishai'im minal khawfi waljuu'i wa naqsim minal amwaali wal anfusi was samaraat; wa bashshiris saabiriin
Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar,
(Al Qur'an).
Isolasi Mandiri Secara Cerdas, dan Bersinergi Demi Memutus Mata Rantai Pandemi
Nabi Muhammad, damai dan berkah besertanya, telah menetapkan prinsip-prinsip karantina secara mandiri sejak 1400 tahun yang lalu, ketika dia, damai dan berkah Allah besertanya, bersabda: "Jika Anda mengetahui tentang hal itu berada di tanah, jangan menginjaknya. " Isolasi mandiri sebagai pengecualian adalah serangkaian tindakan pencegahan yang digunakan untuk melindungi orang dari pandemi, artinya kita mencegah kedatangan atau penularan pandemi ke dan dari orang tersebut, seperti diriwayatkan Abu Hurairah (ra.): Rasulullah SAW bersabda: “Ketika salah satu dari kalian bangun dari tidurnya, dia tidak boleh meletakkan tangannya di perkakas sampai dia mencucinya tiga kali, karena dia tidak tahu di mana tangannya (saat dia tidur) ”(Al ‐ Asqalani, 2014). Nabi Muhammad adalah orang pertama yang menyarankan karantina dan kebersihan pribadi dalam kasus pandemi, karantina berarti mengisolasi orang yang terinfeksi di tempat tertentu dan untuk waktu tertentu dengan ketersediaan perawatan kesehatan yang komprehensif sampai penyakit dan pandemi dikendalikan dan dikendalikan. Inilah yang Nabi Muhammad sabdakan, diriwayatkan Abu Hurairah “(Tidak ada) 'Adwa (tidak ada penyakit menular yang disampaikan tanpa izin Allah). juga tidak ada pertanda buruk (dari burung), tidak ada Hamah, juga tidak ada pertanda buruk di bulan Safar, dan seseorang harus lari dari penderita kusta seperti melarikan diri dari singa ”(Al-Bukhari, 2007). Selain itu, Nabi Muhammad bersabda: “Jika kamu mendengar keberadaannya (adanya wabah) di suatu negeri, jangan masuki, tetapi jika menyebar di tanah tempat kamu berada, jangan pergi meninggalkannya” ( Bin Al ‐ Hajjaj, 2006). Dalam hadits mulia ini, rencana medis yang rumit dikembangkan oleh nabi pada saat tidak ada yang dikenal sebagai "karantina" atau lainnya, mewajibkan Muslim yang ada di negara di mana wabah merajalela untuk tidak keluar dari bahkan jika itu sehat karena mungkin telah membawa penyakit, dan siapa pun yang berada di luar negeri tidak boleh memasukinya.
Selain itu, isolasi dan pemblokiran epidemi diperlukan dari sudut pandang agama. Islam melarang keluarnya seseorang dari lingkungan endemis ke lingkungan yang aman, dan ia tidak masuk ke lingkungan endemik selama berada di lingkungan yang sehat.
Kerjasama tim secara Ta'awun (kerjasama dalam kebaikan) dalam memecahkan segala masalah
Dari analisis Al-Qur'an kami melihat bahwa Islam mendesak Ta'awun (Kerja Sama) dalam Kebaikan, untuk bekerja sama antar individu untuk bekerja memecahkan masalah dan krisis yang dapat dihadapi masyarakat . Dalam Surah Al-Ma'Idah-ayat-2 Allah Berfirman
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ . وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” [QS Al-Ma'idah: 2]
(Al-Qur’an). Pentingnya membentuk tim manajemen krisis terbukti dalam kisah Bilqis, Ratu kerajaan Sheba, ketika dia meminta orang-orangnya untuk memberi tahu dia tentang konfrontasinya dengan Nabi Sulaeman, seperti dalam Surah An ‐ Naml ‐ ayat ‐ 32 “
قَالَتۡ يٰۤاَيُّهَا الۡمَلَؤُا اَفۡتُوۡنِىۡ فِىۡۤ اَمۡرِىۡۚ مَا كُنۡتُ قَاطِعَةً اَمۡرًا حَتّٰى تَشۡهَدُوۡنِ
Qoolat yaaa aiyuhal mala'u aftuunii fii amrii maa kuntu qooti'atan amran hattaa tashhhaddon
32. Dia (Balqis) berkata, "Wahai para pembesar! Berilah aku pertimbangan dalam perkaraku (ini). Aku tidak pernah memutuskan suatu perkara sebelum kamu hadir dalam majelis(ku)."
(Al-Qur’an).
Ide membentuk tim dan menggunakannya untuk memecahkan masalah organisasi dan mencapai hasil adalah salah satu ide dan tren terpintar yang dapat digunakan oleh pemimpin cerdas dalam pencapaian terbaik, efesien dan efektif, dalam Surah Al-Kahfi-ayat-95
قَالَ مَا مَكَّنِّىۡ فِيۡهِ رَبِّىۡ خَيۡرٌ فَاَعِيۡنُوۡنِىۡ بِقُوَّةٍ اَجۡعَلۡ بَيۡنَكُمۡ وَبَيۡنَهُمۡ رَدۡمًا
Qoola maa makkannii fiihi Rabbii khairun fa-a'iinuunii biquwwatin aj'al bainakum wa bainahum radmaa
Dia (Zulkarnain) berkata, "Apa yang telah dianugerahkan Tuhan kepadaku lebih baik (daripada imbalanmu), maka bantulah aku dengan kekuatan, agar aku dapat membuatkan dinding penghalang antara kamu dan mereka.
(Al-Qur'an yang Mulia).
Dalam Surah Al-Kahfi dia mengarahkan raja Zulqarnain ketika dia membuat orang-orang desa merasa bahwa ini adalah desa mereka dan bahwa merekalah yang pertama melestarikannya dan menangkis serangan apapun dan dari pihak manapun. Bendungan ini, meskipun mereka pergi, telah memberi mereka alasan kekuatan, yaitu bagaimana membentuk tim kerja, dan sekali lagi memberi mereka alasan kekuatan, yaitu membangun bendungan dan kemampuan mereka untuk mempertahankan desa mereka, dan karenanya mereka bisa tinggal dan melanjutkan.
Abu Farah (2009) menyebutkan bahwa untuk mempersiapkan setiap krisis diperlukan tim manajemen krisis untuk menghadapi krisis dalam bentuk apapun yang disebut tim kerja, komite investigasi, kelompok ahli, komite pemecahan masalah. atau panitia khusus, dan dalam bidang politik dan militer disebut seperti Pasukan Operasi Khusus atau pasukan pengerahan cepat. " Tujuan dari tim ini adalah bekerja untuk mengatasi krisis, mengurangi keseriusan dan dampak negatifnya, selain kehadiran para pemimpin krisis, yaitu memajukan perencanaan dan mengembangkan skenario masa depan untuk memprediksi setiap krisis yang dapat muncul melalui krisis tersebut. adanya indikasi kemunculannya.
Tim manajemen krisis ini harus dibedakan berdasarkan kemampuannya untuk berhasil melakukan intervensi dalam manajemen krisis, baik itu kemampuan fisik, mental, atau praktis. Hal ini selain penyusunan, komitmen terhadap perintah dan instruksi, apapun risiko yang terlibat dalam krisis, perhatian yang ekstrim saat melaksanakan tugas, serta mempersiapkan pengorbanan, loyalitas dan keanggotaan penuh dalam entitas administratif (Fathi, 2002).
Konfrontasi Krisis untuk menjadi peluang keimanan, keakhiratan dan keduniawian, secara ukhuwwah persaudaraan Islam dan Kebersamaan
Di saat yang krusial ini justru kita harus bersama-sama menjaga ukhuwwah persaudaraan islam bukan dengan memanfaatkan untuk memperkaya diri, menonjolkan sifat egosentrik menciptakan perpecahan antar umat Islam dan umat agama lainnya, dengan perseteruan "SAYA PALING BENAR" terutama dalam membuang energi kita untuk terbius dan menjadikan ektasi ketergantungan kebencian akibat isu-isu politik, tinggalkan..! Justru kita harus mempersatukan diri bersama-sama mengelola krisis dan menjadikan peluang yang berada di jalan Allah swt.
Mengelola krisis dengan mengubah risiko, kemalangan dan ancaman menjadi peluang yang dapat digunakan untuk memaksimalkan nilai ukhuwwah. Keberhasilan negara dalam mengelola krisis mensyaratkan untuk tidak membiarkan krisis ini mengganggu bisnis reguler negara, dan tidak membiarkan tindakan reguler ini mengganggu solusi yang diusulkan untuk krisis tersebut. Pada tahap ini, rencana tersebut harus dilaksanakan, dan tim manajemen krisis harus diberi kekuasaan penuh yang diperlukan untuk menangani krisis ini. Tim Manajemen Krisis harus menghadapi krisis dengan mencoba lebih dari satu metode jika salah satu metode gagal dan metode tersebut bergantung pada fondasi analitis yang kuat daripada metode acak. Nabi Yusuf menghadapi krisis ekonomi dengan meletakkan rencana ilmiah darinya dengan memperhatikan untuk pertanian, meningkatkan produktivitas, mengurangi kerugian dan keamanan penyimpanan, serta merasionalisasi konsumsi dan surplus. Dalam Surah Yusuf-ayat-48
ثُمَّ يَاۡتِىۡ مِنۡۢ بَعۡدِ ذٰلِكَ سَبۡعٌ شِدَادٌ يَّاۡكُلۡنَ مَا قَدَّمۡتُمۡ لَهُنَّ اِلَّا قَلِيۡلًا مِّمَّا تُحۡصِنُوۡنَ
Summa yaatii mim ba'di zaalika sab'un shidaaduny yaa kulna maa qaddamtum lahunna illaa qaliilam mimma tuhsinuun
Kemudian setelah itu akan datang tujuh (tahun) yang sangat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari apa (bibit gandum) yang kamu simpan.
(Al-Qur’an).
Melihat ke depan dan jauh ke depan dengan analisa yang tepat dan belajar dari setiap kesalahan.
Ini mengacu pada kepemimpinan krisis dan meletakkannya di bawah kendali, itu juga berarti keluar langsung dari lingkaran masalah di lingkaran solusi. Juga, itu berarti menyelesaikan krisis yang dihadapi orang atau organisasi, yang selalu siap untuk menghadapi dan memprediksi apa yang terjadi, dan memasukkan dalam perhitungan mereka apa yang tidak diharapkan terjadi melalui kesiapan dan kesigapan, keluar dengan kerugian paling sedikit dan membalikkan krisis menjadi peluang sukses dalam arti mengubah rasa sakit menjadi harapan, dan perlu ada ciri-ciri dasar, keterampilan, dan kemampuan pemimpin krisis, termasuk deteksi dini, prediksi sesuatu yang bisa merubah krisis, dan juga membutuhkan kepercayaan diri dan menyoroti aspek kekuatan, validasi, dan tidak terburu-buru untuk menilai dan positif, dan optimisme, karena kehadiran kepemimpinan krisis mencegah keberadaan dan penyebaran krisis dari selama prediksi awal dan kehadiran prekursor peringatan krisis, seperti dalam Surah Yusuf-ayat-49
ثُمَّ يَاۡتِىۡ مِنۡۢ بَعۡدِ ذٰلِكَ عَامٌ فِيۡهِ يُغَاثُ النَّاسُ وَفِيۡهِ يَعۡصِرُوۡنَ
Summa yadtii mim ba'di zaalika 'aamun fiihi yughaa sun naasu wa fiihi ya'siruun
Setelah itu akan datang tahun, di mana manusia diberi hujan (dengan cukup) dan pada masa itu mereka memeras (anggur)."
(Al-Qur’an).
Dalam Alquran yang mulia, Allah Yang Maha Esa telah memberikan banyak contoh kepada kita dalam memprediksi, di dalamnya terdapat prediksi tentang apa yang mungkin terjadi di masa yang akan datang, dengan studi dan analisis peristiwa masa lalu dan masa kini. Mungkin salah satu contoh paling jelas dan paling menonjol dalam Al-Qur'an adalah kisah Musa, as. Dalam Surat Al-Kahf-ayat-78 [Al-Khidhr]
قَالَ هٰذَا فِرَاقُ بَيۡنِىۡ وَبَيۡنِكَ ۚ سَاُنَـبِّئُكَ بِتَاۡوِيۡلِ مَا لَمۡ تَسۡتَطِعْ عَّلَيۡهِ صَبۡرًا
Qoola haazaa firaaqu bainii wa bainik; sa unabi 'uka bitaawiili maa lam tastati' 'alaihi sabraa
Dia berkata, "Inilah perpisahan antara aku dengan engkau; aku akan memberikan penjelasan kepadamu atas perbuatan yang engkau tidak mampu sabar terhadapnya.
(Al-Qur’an).
Mendengar komentar Nabi Musa, dia, hamba yang saleh itu, berkata, “Inilah saat perpisahan antara aku dengan engkau sebagaimana janjimu sebelumnya. Sebelum kita berpisah, aku akan memberikan penjelasan secara rinci kepadamu atas semua perbuatan yang telah aku lakukan dan membuat engkau tidak mampu bersikap sabar terhadapnya.
Kesabaran dalam menuntut ilmu harus dimiliki oleh semua penuntut ilmu. Tanpa kesabaran niscaya muncul ketergesa-gesaan yang pada akhirnya akan menyebabkan kegagalan.
Ayat ini menjelaskan jawaban Khidir kepada Musa, "Pertanyaanmu yang ketiga kalinya ini adalah penyebab perpisahan antara aku dan kamu." Sebagian Ulama Tafsir mengatakan bahwa sebab perpisahan itu tidak terjadi pada pertanyaan yang pertama dan kedua, oleh karena pertanyaan pertama dan kedua itu menyangkut perbuatan yang munkar yaitu membunuh anak yang tidak berdosa dan membuat lubang (merusak) pada dinding kapal, maka wajarlah bila dimaafkan. Adapun pertanyaan yang ketiga adalah Khidir berbuat baik kepada orang yang kikir, yang tidak mau memberikan jamuan kepadanya, dan perbuatan itu adalah perbuatan yang baik yang tidak perlu disangkal dan dipertanyakan.
Khidir berkata, "Aku akan memberitahukan kepadamu berbagai hikmah perbuatanku, yang kamu tidak sabar terhadapnya, yaitu membunuh anak, melubangi kapal dan menegakkan dinding rumah. Tujuannya ialah untuk menyelamatkan kapal dari penyitaan orang yang zalim, menyelamatkan ibu-bapak anak yang dibunuh itu dari kekafiran andaikata ia hidup dan menggantinya dengan adiknya yang saleh serta menyelamatkan harta pusaka kepunyaan dua anak yatim yang berada di bawah dinding yang akan roboh itu."
Dari hasil ini, kita dapat menyimpulkan bahwa selama manajemen krisis, kita harus belajar dari kesalahan, menghindari konfrontasi tanpa pandang bulu untuk melewati masa krisis, dan kita harus mengikuti metode ilmiah, menggunakan metode manajemen inisiatif, pra-perencanaan untuk menghadapinya, dan ditentukan peran bersama, untuk mengurangi efek negatif dari krisis, dan manfaat dari hasil krisis saat ini untuk perencanaan pencegahan di masa depan.
Aksi Pencegahan dalam proses pengelolaan krisis dengan Manajemen Proaktif
Mengadopsi prakiraan preventif sebagai prasyarat dalam proses pengelolaan krisis melalui manajemen proaktif, yaitu prasyarat yang didasarkan pada peringatan pemikiran prediktif untuk menghindari krisis secara dini dengan merumuskan sistem pencegahan yang dapat diterima yang bertumpu pada inisiatif dan inovasi serta melatih pekerja di dalamnya. Hipotesis ini memvalidasi bahwa sifat dan tingkat kesiapsiagaan dalam suatu negara menghadapi krisis berbanding lurus dengan realitas tren pencegahan atau kuratif di antara pekerja di negara bagian itu. Dimana proporsionalitas yang proporsional antara solusi pencegahan krisis dan kemampuan menghadapi krisis telah dikembangkan pada tingkat kesiapsiagaan yang tinggi. Perlunya mengembangkan dan melaksanakan program kesadaran preventif dan kuratif serta pelatihan bagi pekerja di bidang manajemen krisis pada program-program tersebut. Misalnya masalah belalang dan efek merusaknya, yang bisa berubah menjadi krisis musiman, Seperti dalam Yusuf-ayat-47
قَالَ تَزْرَعُوْنَ سَبْعَ سِنِيْنَ دَاَبًاۚ فَمَا حَصَدْتُّمْ فَذَرُوْهُ فِيْ سُنْۢبُلِهٖٓ اِلَّا قَلِيْلًا مِّمَّا تَأْكُلُوْنَ
Dia (Yusuf) berkata, “Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali sedikit untuk kamu makan.
(Al-Qur’an).
Dan juga, Ketika Al-Khidr, as, ditemani oleh Musa, as, dalam perjalanan mereka, mereka datang ke pantai untuk menyeberanginya, dan mereka menemukan sebuah kapal yang mengangkut orang-orang milik orang miskin dan yatim piatu. mereka biasa memberi makan. Dan gratis. Dalam perjalanan, mereka berbaris di laut, raja tiran yang tidak adil, yang merebut setiap kapal bagus dan memasukkannya ke armada angkatan lautnya, jadi pekerjaannya persis seperti bajak laut. Dengan demikian, informasi tersedia di masa lalu dan sekarang dari guru kita, Al-Khidr, as, jadi dia mempelajari dan menganalisisnya, seperti yang dia tahu sebelumnya tentang raja yang tidak adil, dan apa yang telah dia lakukan dengan kapal lain di masa lalu. , dan dia juga belajar tentang situasi kapal orang miskin, di mana kapal mereka baik dan valid, dan juga tahu bahwa mereka akan meneruskan perjalanan mereka di wilayah raja yang tidak adil mengasumsikan hipotesis, dan semua indikasi adalah bahwa raja akan mengambil kapal dengan paksa, jadi dia mengambil keputusan dalam hal ini untuk menghindari bahaya ini, karena dia menghancurkan kapal dan kemudian menambalnya dengan sepotong kayu lain, bahkan jika bajak laut datang, mereka melihat cacat ini dan membiarkannya pemiliknya yang malang, dalam Al-Kahf-ayat-71
فَانْطَلَقَا حَتّٰۤى اِذَا رَكِبَا فِى السَّفِيۡنَةِ خَرَقَهَا ؕ قَالَ اَخَرَقۡتَهَا لِتُغۡرِقَ اَهۡلَهَا ۚ لَقَدۡ جِئۡتَ شَيۡــًٔـا اِمۡرًا
Fantalaqoo hattaaa izaa rakibaa fis safiinati kharaqahaa qoola akharaqtahaa litughriqa ahlahaa laqad ji'ta shai'an imraa
Maka berjalanlah keduanya, hingga ketika keduanya menaiki perahu lalu dia melubanginya. Dia (Musa) berkata, "Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya?" Sungguh, engkau telah berbuat suatu kesalahan yang besar.
(Al-Qur’an).
Maka berjalanlah keduanya menelusuri pantai, hingga ketika keduanya menjumpai sebuah perahu yang sedang berlayar, keduanya menaiki perahu, lalu sampai di tengah laut, dia, yakni Nabi Khidr, melubanginya. Dia, yakni Nabi Musa, tidak sabar ketika melihat Nabi Khidr melubangi perahu itu dan tidak dapat menyetujuinya, maka ia berkata, "Mengapa engkau melubangi perahu itu, sungguh perbuatan itu sangat berbahaya. Apakah engkau bermaksud untuk menenggelamkan penumpangnya?" Sungguh, aku bersumpah, engkau telah berbuat suatu kesalahan yang besar, yang tidak dapat dibenarkan menurut syariat.
Dalam ayat ini, Allah mengisahkan bahwa keduanya (Nabi Musa dan Khidir) telah berjalan di tepi pantai untuk mencari sebuah kapal, dan kemudian mendapatkannya. Keduanya lalu menaiki kapal itu dengan tidak membayar upahnya, karena para awak kapal sudah mengenal Khidir dan pembebasan upah itu sebagai penghormatan kepadanya.
Ketika kapal itu sedang melaju di laut dalam, tiba-tiba Khidir mengambil kampak lalu melubangi dan merusak sekeping papan di dinding kapal itu. Melihat kejadian seperti itu, dengan serta merta Nabi Musa berkata kepada Khidir, "Mengapa kamu lobangi perahu itu? Hal itu dapat menenggelamkan seluruh penumpangnya yang tidak berdosa? Sungguh kamu telah mendatangkan kerusakan yang besar dan tidak mensyukuri kebaikan hati para awak kapal yang telah membebaskan kita dari uang sewa kapal ini." Kemudian Nabi Musa mengambil kainnya untuk menutup lubang itu.
Perencanaan ke depan secara matang sesuai Al Qur'an dan Al-Hadist
Kembali dan merujuk pada : Melihat ke depan dan jauh ke depan dengan analisa yang tepat dan belajar dari setiap kesalahan. Saya akan mencoba untuk menggaris bwahi, memberi sorotan warna yang menonjol untuk prediksi ini, mermalkan bukan berarti kita meminta bantuan roh halus atau hal-hal berbau renik, akan tetapi analisa yang mendalam dengan data dan pelajaran dari peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan pandemik secara realtime, nyata akan tetap tetap mengutamakan Al Qur'an dan Al Hadist
Kita dapat mencatat dari analisis teks-teks Alquran bahwa Islam sebagai perantara agama dan keyakinan mampu menghadapi krisis dan bencana dengan cara perantara juga, karena berfokus pada aspek material murni seperti persiapan, perencanaan, persiapan. material dan tim kerja dan semua hal ini yang tidak dapat menyelesaikan krisis atau bencana dari orang lain, dan selain itu sejajar dengan aspek material ini, mencari suaka kepada Allah. Islam mendesak untuk membuat perencanaan di saat krisis dan bencana, seperti dalam Al-Anfal-ayat-60
وَاَعِدُّوۡا لَهُمۡ مَّا اسۡتَطَعۡتُمۡ مِّنۡ قُوَّةٍ وَّمِنۡ رِّبَاطِ الۡخَـيۡلِ تُرۡهِبُوۡنَ بِهٖ عَدُوَّ اللّٰهِ وَعَدُوَّكُمۡ وَاٰخَرِيۡنَ مِنۡ دُوۡنِهِمۡ ۚ لَا تَعۡلَمُوۡنَهُمُ ۚ اَللّٰهُ يَعۡلَمُهُمۡؕ وَمَا تُـنۡفِقُوۡا مِنۡ شَىۡءٍ فِىۡ سَبِيۡلِ اللّٰهِ يُوَفَّ اِلَيۡكُمۡ وَاَنۡـتُمۡ لَا تُظۡلَمُوۡنَ
Wa a'idduu lahum mastata'tum min quwwatinw wa mirribaatil khaili turhibuuna bihii 'aduwwal laahi wa 'aduwwakum wa aakhariina min duunihim laa ta'lamuu nahum Allaahu ya'lamuhum; wa maa tunfiquu min shai'in fii sabiilil laahi yuwaf failaikum wa antum laa tu
Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; tetapi Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu infakkan di jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dizhalimi (dirugikan).
(Al-Qur’an).
Pemikiran Islam mendahului pemikiran administrasi modern dalam banyak langkah dan aturan yang dibuat untuk menangani krisis dan bencana. Langkah-langkah ini diilustrasikan oleh bukti keabsahan perencanaan pencegahan. Islam berfokus pada perencanaan proaktif, dalam arti bahwa kita merencanakan dan mengedepankan rencana proaktif dalam fase yang dikenal sebagai tidak ada bencana atau tidak ada krisis, jadi selalu lebih baik untuk membayangkan — sebagai individu atau sebagai negara — bahwa setiap krisis — apapun jenisnya. krisis atau bencana — dapat terjadi dan menggambarkan skenario yang diperlukan yang menurut Anda akan berkontribusi dalam satu atau lain cara untuk menangani krisis ini jika terjadi, dan dapat menempatkan lebih dari satu skenario, jika ini tidak berhasil maka itu dapat bekerja pada yang lain skenario (Abu Khalil, 2001; Hilal, 2004).
Perencanaan merupakan prasyarat penting dalam proses manajemen krisis, karena tindakan kita tidak lain adalah reaksi dan variasi antara reaksi acak dan reaksi yang direncanakan. Kebanyakan krisis diperparah karena itu adalah kesalahan manusia dan administrasi yang terjadi karena tidak adanya dasar organisasi untuk perencanaan. Jika kita tidak memiliki rencana untuk menghadapi krisis, krisis akan berakhir dengan sendirinya sesuai keinginan kita. Melalui uraian di atas, menjadi jelas bagi kita bahwa pelatihan dalam perencanaan krisis adalah salah satu aksioma dasar dalam organisasi yang sukses, karena hal itu berkontribusi untuk mencegah terjadinya krisis atau mengurangi dampaknya dan menghindari elemen yang diluar dugaan. Juga menjadi jelas bagi kita bahwa perencanaan memberi tim manajemen krisis kemampuan untuk melakukan respon yang terorganisir dan efektif terhadap krisis dengan efisiensi tinggi, siap menghadapi situasi darurat yang tidak direncanakan yang mungkin menyertai krisis.
Biografi Nabi Muhammad kita penuh dengan sikap yang menunjukkan perencanaan dan pengelolaan yang baik, menyamar dari musuh, kemampuan untuk mengatasi semua kesulitan, mencapai tujuan, pikiran yang bijak, dan pendapat yang benar. Dan semua atribut ini digabungkan dalam migrasi terbesar yang pernah diketahui sejarah, migrasi Nabi Muhammad, damai dan berkah besertanya, dari Makkah Al-Mukarramah ke Madinah, yang telah direncanakan Nabi Muhammad dengan baik.
Pandangan positif untuk hasil yang positif dan membalikkan keadaan dari masalah dan musibah karena Pandemi ke Hal yang Solutif.
Seorang Muslim tidak boleh memandang krisis sebagai segala keburukkan, karena pandangan negatif menghalangi pemikiran yang benar yang memfasilitasi pencapaian solusi yang tepat, dalam surat Al-Baqarah-ayat-216
كُتِبَ عَلَيۡکُمُ الۡقِتَالُ وَهُوَ كُرۡهٌ لَّـكُمۡۚ وَعَسٰۤى اَنۡ تَكۡرَهُوۡا شَيۡـــًٔا وَّهُوَ خَيۡرٌ لَّـکُمۡۚ وَعَسٰۤى اَنۡ تُحِبُّوۡا شَيۡـــًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّـكُمۡؕ وَاللّٰهُ يَعۡلَمُ وَاَنۡـتُمۡ لَا تَعۡلَمُوۡنَ
Kutiba alaikumulqitaalu wa huwa kurhullakum wa 'asaaa an takrahuu shai'anw wa huwa khairullakum wa 'asaaa an tuhibbo shai'anw wa huwa sharrullakum; wallaahu ya'lamu wa antum laa ta'lamuun
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
(Al-Qur’an).
Islam adalah agama optimisme dan harapan, karena krisis tidak meningkatkan Muslim yang tulus kecuali dengan ketekunan dan optimisme, karena mereka telah meningkatkan keimanan dan penyampaian, itu adalah rahasia keabadian dakwah Islam, dan ketabahan sebagai Muslim yang bersatu. , ini adalah bagaimana kita mempelajari teladan kita, dan Nabi Muhammad kita tercinta, jalan optimismenya Nabi Muhammad dalam krisis dipenuhi dengan pola yang hidup dan situasi yang abadi.
Optimisme telah mengambil metode untuk itu. Dalam keadaan tergelap dan krisis yang paling parah, tetapi optimisme positif, optimisme yang mengarah pada pekerjaan dan tidak pada kelesuan dan kemalasan, jadi optimismenya mengajarkan kepada kita bahwa ambisi belaka tidak cukup menjamin, dan bahwa ketidakmampuan dan kelemahan tidak pernah menjadi dalih untuk kelesuan dan kelambanan, itu murni Nabi Muhammad yang Agung disertai dengan kepastian yang kuat, tekad yang teguh dan tulus, optimismenya memperdalam kepercayaan diri, menumbuhkan harapan untuk masa depan yang cerah, dan panggilan untuk keras. kerja, ketekunan, kesabaran, dan ketekunan, optimismenya merangsang semangat dan aktivitas. Optimisme disertai dengan keteguhan dan kepastian, keyakinan dan keyakinan yang baik kepada Allah. Dalam Surah yusuf-ayat-87
يٰبَنِىَّ اذۡهَبُوۡا فَتَحَسَّسُوۡا مِنۡ يُّوۡسُفَ وَاَخِيۡهِ وَلَا تَايۡــَٔسُوۡا مِنۡ رَّوۡحِ اللّٰهِؕ اِنَّهٗ لَا يَايۡــَٔسُ مِنۡ رَّوۡحِ اللّٰهِ اِلَّا الۡقَوۡمُ الۡكٰفِرُوۡنَ
Yaa baniyyaz habuu fatahassasuu miny Yuusufa wa akhiihi wa laa tai'asuu mir rawhil laahi innahuu laa yai'asu mir rawhil laahi illal qawmul kaafiruun
Wahai anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir."
(Al-Qur’an).
Sikap atau optimisme positif adalah harapan bahwa kemajuan positif dapat dicapai meskipun ada hambatan, dan keyakinan akan hasil dan harapan positif kita, bahkan dalam situasi, krisis dan tantangan yang paling sulit sekalipun. menanamkan dalam jiwa yang positif, bertanggung jawab, mencintai pekerjaan, kesabaran dan ketekunan, apapun kesulitannya, dan menumpuk masalah. Dan kesimpulannya: jangan masalah pandemi ini menjadikan pesimisme, putus asa, ketidak mampuan, kebuntuan hingga krisis yang berkelanjutan karena bahkan akibat interprestasi pesimis terhadap keadaan, malah sebaiknya diisi dengan menciptakan kesabaran bagi dirinya dengan mengimplementasikan hal itu kepada orang lain. dengan mengajak orang lain juga untuk bersabar, berbuat kebaikan bagi yang membutuhkan, dan keluar dari hal sia-sia dan keterkutuk-an seperti dalam Surat All 'Imran - ayat 22,
اُولٰٓٮِٕكَ الَّذِيۡنَ حَبِطَتۡ اَعۡمَالُهُمۡ فِى الدُّنۡيَا وَالۡاٰخِرَةِ وَمَا لَهُمۡ مِّنۡ نّٰصِرِيۡنَ
Ulaaa'ikal laziina habitat a'maaluhum fid dunyaa wal Aaakhirati wa maa lahum min naasiriin
Mereka itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya di dunia dan di akhirat, dan mereka tidak memperoleh penolong.
(Al-Qur’an).
Demikian pula yang diriwayatkan Abu Hurairah: Nabi Muhammad bersabda, Tidak ada penyakit yang diciptakan Allah, kecuali bahwa Dia juga telah menciptakan pengobatannya ”(Al-Bukhari, 2007).